Dua bulan sebelum ayahnya mninggal, ibunya mengalami kecelakaan yang menyebabkan kelumpuhan dan harus memakai kursi roda. Kenderaan dinas yang ditumpanginya bertabrakan dengan sebuah truk, tulang-tulang kakinya patah. Supir dan seorang teman hakim yang satu kenderaan dengan ibunya, tewas ditempat kejadian. Ningrum Sarjana Hukum diantar Hairunisa menghadap Ketua Mahkamah Agung untuk menyerahkan surat permohonan peninjauan kembali atas pengangkatannya sebagai Hakim Tinggi di Sulawesi. Hakim perempuan yang berusia enam puluh tiga tahun, lumpuh, memohon dipindah tugaskan ke Jakarta, walaupun hanya sebagai hakim biasa, bukan Hakim Tinggi. Alasannya, agar dapat berobat lebih intensif di Jakarta dan ingin melewati masa tuanya dengan puterinya yang kini hidup sendiri. Ketua Mahkamah Agung memberikan dua pilihan : menerima penugasannya sebagai Hakim Tinggi di Sulawesi atau mengajukan permohonan berhenti. Penguasa disini seperti batu, tidak punya hati nurani,” celetuk Hairunis emosi sambil mendorong kuris roda ibunya melalui koridor gedung Mahkamah Agung. “Tiga puluh tahun ibu jadi hakim, tidak pernah menolak dan memprotes dipindah kemana saja. Baru sekali, karena kondisi ibu. ”Bagaimana kalau ibu mengajukan pensiun saja ? "suara Ningrum Sarjana Hukum prihatin, sedih, setengah putus asa........